Kembang api bertebaran di udara, suara terompet saling
bersahutan. Pria wanita, tua muda semua bersuka cita menyambut pergantian
tahun. Ada konser musik, ada pesta rakyat, ada pula yang pesta miras. Semuanya
bersuka ria dan berpesta pora.
Namun, inikah yang seharusnya kita lakukan dalam menyambut
pergantian tahun?
Sejatinya pergantian tahun sama halnya dengan pergantian
hari. Siang menjadi malam, malam menjadi siang, dan siang kembali menjadi
malam. Begitulah adanya.
Namun manusia mudah tertipu daya. Media membesar-besarkannya.
Para idola memberi contoh dengan perbuatan dan kata-kata. Dan kita dengan
mudahnya mengikuti itu semua.
Sejatinya, semakin bertambah hari, semakin berkurang jatah
umur kita. Semakin bertambah umur, semakin dekat kita dengan ajal kita. Dan
pergantian tahun hanya pertanda bahwa kita semakin dekat dengan kiamat.
Sudahkah kita mempersiapkan diri dengan bekal amal untuk itu semua?. Layakkah
kita merayakannya dengan kembang api dan segala tetek bengeknya? Atau
jangan-jangan kita termasuk satu di antara sekian banyak orang yang terpedaya
dengan propaganda?.
Sungguh, waktu yang telah berlalu tak bisa kembali lagi. Kita
hanya bisa mensyukurinya atau menyesalinya. Bersyukur karena telah
menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Menyesali kelalaian diri dalam
memanfaatkan waktu.
Alangkah baiknya bila kita meneladani Umar bin Khattab r.a.,
yang selalu menangis tersedu di setiap akhir malamnya karena takut bahwa
dosanya hari ini lebih banyak dari amal ibadahnya. Takut karena tahu bahwa ini
semua akan dimintai pertanggungjawabannya dari sang pencipta. Beliau senantiasa
memberi wanti-wanti:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ
تُحَاسَبُوْا، وَ زِنُوْا أَعْمَالَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنَ عَلَيْكُمْ
Hisablah dirimu sebelum engkau nanti
dihisab (pada hari kiamat), dan timbanglah amalmu sebelum amalmu itu ditimbang
atasmu.
Sungguh, amat merugi orang yang terpedaya oleh gegap gempita
pergantian tahun, tertawa riang gembira melupakan segala dosa yang telah ia
perbuat di sepanjang tahun. Sungguh, orang yang banyak tertawa di dunia, ia
akan banyak menangis di dalam kuburnya, begitulah petuah sayyidina Ali.
Sungguh, amat beruntung orang yang senantiasa mawas diri.
Selalu menghitung amal perbuatannya, apakah ia termasuk orang yang beruntung
atau merugi. Sungguh, dengan demikian ia akan selalu memperbaiki diri dan
bertaubat, memohon ampun atas segala dosa.
Mari kita maknai pergantian tahun dengan ber-muhasabah,
seraya memohon ampun atas segala dosa kita, serta bertekad memperbaiki diri di
hari yang akan datang.
وَ الْعَصْرِ ، إِنَّ
اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَ عَمِلُوْا
الصَّالِحَاتِ وَ تَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Gorontalo, 31 Desember 2015
0 comments:
Post a Comment