Sunday, May 24, 2015

Maulid Nabi dan Kemunduran Akhlak

Dan tidaklah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia(Al-Hadits).

Penggalan hadits di atas mempunyai makna yang begitu besar dalam tujuan risalah nabi besar kita. Sejarah membuktikan, bahwa nabi Muhammad adalah orang yang terkenal dengan julukkan " Al-Amien" yang artinya terpercaya dalam sejarah pra islam. Dengan julukan itu pula, masyarakat Arab Quraisy dengan senang hati menyerahkan urusan peletakan hajar aswad kepada nabi Muhammad. Di zaman itu, kemerosotan moral merajalela. Ayah tega mengubur anak-anak perempuannya hidup-hidup, anak laki-laki sulung berhak mewarisi istri ayahnya apabila meninggal, perzinahan merajalela, perselisihan dan pertempuran antar suku terjadi di mana-mana, dan masih banyak lagi bentuk kebejatan moral mereka ketika itu. Pada era seperti itulah, Allah swt. Mengutus nabi Muhammad untuk membawa risalah agamanya, dan bagian terpenting dari risalah itu sendiri adalah memperbaiki kebobrokan moral manusia.

Secara perlahan, nabi Muhammad memperbaiki moral masyarakat saat itu, agar mereka memiliki akhlak karimah yang sesuai dengan tuntunan islam. Maka perzinahan pun dilarang, mabuk-mabukan diharamkan, perintah untuk berbakti pada orang tua, dan masih banyak lagi tuntunan islam dalam masalah akhlak. Akhirnya, lambat laun masyarakat arab pun berubah menjadi masyarakat yang bermoral dan beradab.

Berbicara masalah akhlak, nabi Muhammad merupakan sosok yang paling pantas untuk kita teladani. Allah sendiri memuji akhlak nabi Muhammad dengan firmanNya yang berbunyi: dan sungguh engkau(Muhammad ) memiliki akhlak yang mulia (Q.S. Al-Qalam: 4). Pujian seorang atasan terhadap bawahannya merupakan penghargaan kepadanya, begitu pula pujian Allah terhadap akhlak nabi Muhammad. Bahkan, Allah memerintahkan kita untuk berqudwah kepada nabi Muhammad. "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu"(Q.S. Al-Ahzab: 21 ). Oleh karena itu, sungguh pantas kalau kita menempatkan nabi Muhammad pada podium utama untuk menjadi sosok idola kita.

Kini, setelah berabad-abad lamanya nabi Muhammad meninggalkan kita semua, umat islam perlahan-lahan kembali kepada zaman jahiliyyah modern. Moral kita kembali kepada keadaan seperti sebelum terbitnya cahaya islam. Perzinahan kembali merajalela, bukan hanya oleh orang non-islam, tapi orang yang mengaku islam sendiri sudah tidak malu-malu lagi melakukan hal itu. Tempat-tempat prostitusi sudah menjamur di beberapa daerah yang note benenya malah berbasis islam. Bahkan lebih parahnya lagi, pemerintah memberikan legalisasi untuk prostitusi itu sendiri. Perjudian kembali hidup di tengah-tengah kita dan menjadi parasit bagi kehidupan kita, bahkan ia sudah menjadi candu bagi sebagian orang. Shabu-shabu dan mabuk-mabukan pun tak ketinggalan dengan itu semua. Hampir di setiap kios-kios tersedia minuman-minuman keras. Pemuda-pemuda pun beralih profesi menjadi pemabuk di sudut-sudut jalanan dan meninggalkan tugas utamanya, yaitu berjuang mempertahankan islam.

Di tengah-tengah zaman seperti inilah, dibutuhkan suatu filter untuh mencegah penyebaran penyakit moral yang lebih parah. Filter yang bukan saja untuk mencegah, tetapi juga untuk mengobati penyakit menular yang sangat meresahkan ini. Dan di antara filter itu adalah dengan memperingati maulid nabi Muhammad saw. Dengan memperingati maulid nabi, kita bisa mengintrospeksi diri kita dari kelalaian kita yang selama ini telah kita perbuat dan mengambil hikmah dari tujuan risalah rasul serta menggali sisi-sisi kemuliaan akhlak nabi Muhammad untuk kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Terlepas dari perselisihan pendapat para ulama’ seputar hukum maulid nabi Muhammad saw, penulis melihat betapa pentingnya penyelenggaraan peringatan maulid nabi dan cenderung mendukung pendapat yang mengatakan bahwa hukum maulid nabi adalah boleh. Hal itu berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari pelaksanaan maulid nabi. Selain itu, selama hal itu tidak berdampak negatif dan tidak bertentangan dengan masalah aqidah, maka itu bisa digolongkan dengan bid’ah hasanah, seperti penggolongan yang dilakukan oleh Imam Syafi’ie terhadap bid’ah.

Akhirul kalam, dengan peringatan maulid nabi ini, semoga kita bisa meneladani jejak-jejak kehidupan nabi Muhammad dan menambah kecintaan kita kepada beliau. 

Catatan:
Tulisan ini saya tulis sekitar tahun 2007 saat saya masih di Mesir. iseng-iseng saya mencari-cari tulisan saya di mesin pencari google dan mendapatkan tulisan saya ini di salah satu forum, yang bahkan saya sendiri hampir lupa bahwa saya telah menulisnya. maka saya merepost tulisan ini agar tetap terjaga dan tidak mubazir.


Gorontalo, 24 Mei 2015

0 comments:

Post a Comment