Dan tidaklah aku diutus melainkan
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia(Al-Hadits).
Penggalan hadits di atas mempunyai makna yang begitu besar dalam tujuan risalah nabi besar kita. Sejarah membuktikan, bahwa nabi Muhammad adalah orang yang terkenal dengan julukkan " Al-Amien" yang artinya terpercaya dalam sejarah pra islam. Dengan julukan itu pula, masyarakat Arab Quraisy dengan senang hati menyerahkan urusan peletakan hajar aswad kepada nabi Muhammad. Di zaman itu, kemerosotan moral merajalela. Ayah tega mengubur anak-anak perempuannya hidup-hidup, anak laki-laki sulung berhak mewarisi istri ayahnya apabila meninggal, perzinahan merajalela, perselisihan dan pertempuran antar suku terjadi di mana-mana, dan masih banyak lagi bentuk kebejatan moral mereka ketika itu. Pada era seperti itulah, Allah swt. Mengutus nabi Muhammad untuk membawa risalah agamanya, dan bagian terpenting dari risalah itu sendiri adalah memperbaiki kebobrokan moral manusia.
Secara perlahan, nabi Muhammad
memperbaiki moral masyarakat saat itu, agar mereka memiliki akhlak karimah yang
sesuai dengan tuntunan islam. Maka perzinahan pun dilarang, mabuk-mabukan
diharamkan, perintah untuk berbakti pada orang tua, dan masih banyak lagi
tuntunan islam dalam masalah akhlak. Akhirnya, lambat laun masyarakat arab pun
berubah menjadi masyarakat yang bermoral dan beradab.
Berbicara masalah akhlak, nabi
Muhammad merupakan sosok yang paling pantas untuk kita teladani. Allah sendiri
memuji akhlak nabi Muhammad dengan firmanNya yang berbunyi: dan sungguh
engkau(Muhammad ) memiliki akhlak yang mulia (Q.S. Al-Qalam: 4). Pujian
seorang atasan terhadap bawahannya merupakan penghargaan kepadanya, begitu pula
pujian Allah terhadap akhlak nabi Muhammad. Bahkan, Allah memerintahkan kita
untuk berqudwah kepada nabi Muhammad. "Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu"(Q.S. Al-Ahzab: 21 ). Oleh
karena itu, sungguh pantas kalau kita menempatkan nabi Muhammad pada podium
utama untuk menjadi sosok idola kita.
Kini, setelah berabad-abad
lamanya nabi Muhammad meninggalkan kita semua, umat islam perlahan-lahan
kembali kepada zaman jahiliyyah modern. Moral kita kembali kepada keadaan
seperti sebelum terbitnya cahaya islam. Perzinahan kembali merajalela, bukan
hanya oleh orang non-islam, tapi orang yang mengaku islam sendiri sudah tidak
malu-malu lagi melakukan hal itu. Tempat-tempat prostitusi sudah menjamur di
beberapa daerah yang note benenya malah berbasis islam. Bahkan lebih parahnya
lagi, pemerintah memberikan legalisasi untuk prostitusi itu sendiri. Perjudian
kembali hidup di tengah-tengah kita dan menjadi parasit bagi kehidupan kita,
bahkan ia sudah menjadi candu bagi sebagian orang. Shabu-shabu dan
mabuk-mabukan pun tak ketinggalan dengan itu semua. Hampir di setiap kios-kios
tersedia minuman-minuman keras. Pemuda-pemuda pun beralih profesi menjadi
pemabuk di sudut-sudut jalanan dan meninggalkan tugas utamanya, yaitu berjuang
mempertahankan islam.
Di tengah-tengah zaman seperti
inilah, dibutuhkan suatu filter untuh mencegah penyebaran penyakit moral yang
lebih parah. Filter yang bukan saja untuk mencegah, tetapi juga untuk mengobati
penyakit menular yang sangat meresahkan ini. Dan di antara filter itu adalah
dengan memperingati maulid nabi Muhammad saw. Dengan memperingati maulid nabi,
kita bisa mengintrospeksi diri kita dari kelalaian kita yang selama ini telah
kita perbuat dan mengambil hikmah dari tujuan risalah rasul serta menggali
sisi-sisi kemuliaan akhlak nabi Muhammad untuk kita aplikasikan dalam kehidupan
kita sehari-hari.
Terlepas dari perselisihan pendapat para ulama’ seputar hukum maulid nabi
Muhammad saw, penulis melihat betapa pentingnya penyelenggaraan peringatan
maulid nabi dan cenderung mendukung pendapat yang mengatakan bahwa hukum maulid
nabi adalah boleh. Hal itu berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari pelaksanaan
maulid nabi. Selain itu, selama hal itu tidak berdampak negatif dan tidak
bertentangan dengan masalah aqidah, maka itu bisa digolongkan dengan bid’ah
hasanah, seperti penggolongan yang dilakukan oleh Imam Syafi’ie terhadap bid’ah.
Akhirul kalam, dengan peringatan
maulid nabi ini, semoga kita bisa meneladani jejak-jejak kehidupan nabi
Muhammad dan menambah kecintaan kita kepada beliau.
Catatan:
Tulisan ini saya tulis sekitar tahun 2007 saat saya masih di Mesir. iseng-iseng saya mencari-cari tulisan saya di mesin pencari google dan mendapatkan tulisan saya ini di salah satu forum, yang bahkan saya sendiri hampir lupa bahwa saya telah menulisnya. maka saya merepost tulisan ini agar tetap terjaga dan tidak mubazir.
Gorontalo, 24 Mei 2015
0 comments:
Post a Comment