Bulan Ramadhan kemarin saya diberi kesempatan oleh Allah
untuk membawa anak – anak didik saya untuk melaksanakan safari Ramadhan.
Kebetulan rumah tempat kami menginap berdekatan dengan Mesjid. Saya pun lantas
berkenalan dengan Imam Mesjid tersebut, sebutlah namanya Pak Rahmat.
Beliau sudah agak uzur. Bila saya telisik, umur beliau
sekitar 45 atau 50-an tahun. Namun bukan itu yang menarik perhatian saya. Saya
tersentuh dengan kenyataan yang ada di Mesjid itu. Satu – satunya orang yang
menguasai ilmu agama di sekitar situ hanyalah Imam Mesjid tersebut.
Jadilah beliau orang mengumandangkan adzan, menyerukan
Iqamat, bahkan menjadi Imam shalat. Sesekali ia dibantu oleh seorang anak
didiknya untuk mengumandangkan adzan. Selain itu, tak ada orang lain yang mau
atau pun bisa mengimami shalat lima waktu.
Bila Jum’at tiba, keadaan tambah runyam. Karena beliaulah
yang melaksanakan semuanya mulai dari adzan, bilal, khatib sampai imam shalat
jum’at. Sangat menyedihkan.
Beliau pernah bercerita kepada saya akan kekhawatirannya
kelak ketika ia dipanggil menghadap kepada Sang Khalik. Siapakah yang akan
menggantikannya memakmurkan masjid tersebut. Orang – orang di sekitar mesjid
lebih senang menyekolahkan anak – anaknya di sekolah umum, meskipun di sana
banyak madrasah – madrasah yang siap mendidik generasi islam.