Monday, March 12, 2012

Anak Jalanan dan Indonesia Raya

Hari ini saya mengalami kejadian yang unik. Setelah capek beraktifitas seharian, saya memutuskan untuk refreshing sejenak keluar dari komunitas tempat saya bekerja. Wisata kuliner di Rumah Makan Sari Laut langganan saya pun menjadi pilihan. Dan seperti sebelum – sebelumnya, saya ditemani senandung lagu dari anak – anak jalanan.
Namun hari ini agak lain dari biasanya. Kebetulan saat itu seorang trainer nasional yang kebetulan pernah memberikan training di tempat kerja saya juga hadir di rumah makan tersebut. Setelah basa – basi sekedarnya, saya pun tau bahwa beliau akan memberikan training di salah satu sekolah negeri di kota saya. Yang saya tidak tau, ternyata beliau memiliki selera yang sama dengan saya untuk urusan memilih tempat makan. Hehehe.

Namun bukan tentang Trainer ini yang ingin bicarakan di sini. Akan tetapi tentang anak jalanan yang sedang mengamen di rumah makan tersebut. Seperti biasa, setelah memamerkan suara mereka yang “merdu”, mereka meminta sedikit kedermawanan para pengunjung rumah makan tersebut. Akan tetapi, kayaknya hari ini mereka sedang apes. Hari ini mereka bertemu dengan orang yang salah, sang trainer.
Sebelum memberikan selembar uang, dengan iseng trainer tersebut berkata kepada anak jalanan tersebut.
“bisa nyanyi lagu Indonesia raya nggak?”
Anak itu terdiam
“nih saya tambahin bayarannya, asalkan bisa menyayikan lagu Indonesia Raya”.
Dan anak itu pun semakin terdiam. Subhanallah.
Saya pun tercengang, ternyata di negeri ini masih ada juga orang yang tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Saya pun berpikir, sedangkan Indonesia Raya saja mereka tidak bisa menghafalnya, bagaimana dengan hal – hal lainnya. Sedangkan menyanyikan lagu yang anak TK pun bisa menyanyikannya mereka tak bisa melakukannya, bagaimana dengan hal yang lebih besar lainnya, seperti membaca al-Qur’an. Saya yakin bahwa mereka tidak bisa membaca al-Qur’an. Sungguh miris untuk mengetahuinya.
Padahal seingat saya, dalam UUD ’45 negara telah menetapkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam pendidikan. namun yang saya lihat hari ini mencerminkan hal yang sebaliknya. Kesulitan ekonomi membuat anak – anak tersebut tak bisa mengecap manisnya pendidikan. jangankan untuk sekolah, untuk memenuhi kebutuhan perut pun mereka masih kesulitan untuk mendapatkannya. Apalagi melihat realita mahalnya pendidikan di Indonesia, dari mana mereka akan mendapatkan biaya tersebut. Jaminan Negara dalam UUD ’45 bahwa setiap fakir miskin dan anak – anak terlantar menjadi tanggung jawab Negara hanya lah pepesan kosong belaka. Bukan UUD ’45 yang salah, namun yang salah adalah pemegang kekuasaan di negeri ini.
Bukannya sibuk memperhatikan keadaan negeri ini, mereka malah sibuk dengan kepentingan masing – masing. Fakir miskin dan anak – anak terlantar semakin mereka terlantarkan, sementara mereka asik menimbun uang dan menjadi kelompok oportunis di tengah carut marutnya negeri ini. Saya tidak bisa memilih manakah yang lebih baik, hidup di zaman penjajahan belanda ataukah hidup carut marut di bawah kekuasaan bangsa sendiri. Saya tidak tau, apakah perjuangan bangsa ini untuk meraih kemerdekaan dan kesejahteraan apakah itu semua untuk seluruh rakyat Indonesia ataukah hanya untuk segelintir orang saja. Yang saya rasakan saat ini, yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin. Yang berkuasa semakin berkuasa sedangkan yang tertidas semakin tertindas.
Namun saya sadar, tak semua pemimpin di negeri ini yang berbuat semena – mena. Masih ada segelintir orang yang berlaku jujur dan amanah dalam mengemban amanah yang telah diberikan oleh rakyat. Namun bila nila setitik saja telah merusak susu sebelanga, apakah berguna susu setitik dalam nila sebelanga?. Anda pun tahu jawabannya.
Setelah lama anak jalanan tersebut hanya terdiam, Trainer tersebut pun berkata kepada anak tersebut untuk memanggil temannya yang bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya, sehingga ia bisa memberikan uang tersebut kepadanya. Anak itu pun berlalu pergi. Namun hingga kami pergi, anak itu belum kembali jua. Mungkin ia tidak bisa menemukan teman yang lebih lihai dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dan terpaksa, Trainer tersebut memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet. Saya tak menyalahkan Trainer tersebut yang tak memberikan uangnya kepada anak jalanan itu. Yang patut disalahkan adalah para pembesar bangsa ini yang telah menelantarkan mereka. Yang dilakukan oleh Trainer itu hanyalah sebuah pembelajaran kepada anak – anak bahwa segala sesuatu harus didapatkan dengan usaha. Semoga saja bila kami sempat bertemu kembali, anak tersebut sudah mahir menyanyikan Indonesia Raya.
Gorontalo, 9 Maret 2012

0 comments:

Post a Comment