Monday, March 5, 2012

Zaid bin 'Amr bin Naufal

Hidayah merupakan sesuatu yang mahal, hanya orang – orang yang dikehendaki oleh Allah SWT saja yang berhak untuk mendapatkannya. Tak sedikit orang yang bersentuhan langsung dengan hidayah tersebut, namun hidayah itu tidak dapat masuk dan meresap ke dalam hatinya. Dan banyak orang – orang yang hidup di tengah – tengah kebatilan dan kemusyrikan, akan tetapi atas kehendak Allah SWT hidayah tersebut meresap dan berakar di hati orang tersebut. Kali ini saya akan menyampaikan kisah seorang yang hidup sebelum Rasulullah SAW diutus menjadi seorang nabi, namun ia mendapatkan hidayah dari Allah dan memeluk agama Ibrahim a.s. beliau adalah Zaid bin Amr.
Nama lengkap beliau adalah Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay. Al-Khattab – ayah Umar bin Khattab – merupakan Paman dari Zaid bin ‘Amr. Atau dengan kata lain, Zaid bin Amr merupakan saudara sepupu Umar bin Khattab r.a.
Zaid bin ‘Amr hidup di zaman sebelum kenabian Nabi Muhammad SAW. Ia telah meninggalkan penyembahan berhala dan hanya memakan sesuatu yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Asma’ binti Abu Bakr berkata : aku melihat Zaid bin Amr menyandarkan punggungnya di Ka’bah dan berkata : wahai kaum Quraisy, demi jiwa Zaid yang berada di genggaman-Nya, tidak ada seorang pun di antara kalian yang sesuai dengan agama Ibrahim a.s. melainkan aku. Kemudian ia berkata : “Ya Allah, sesungguhnya seandainya aku mengetahui cara beribadah yang paling Engkau cintai niscaya aku akan menyembah-Mu dengannya, akan tetapi aku tidak mengetahuinya.” Kemudian ia bersujud di atas kendaraannya. Pada riwayat lain ditambahkan : ia shalat menghadap ka’bah dan berkata : Tuhanku adalah Tuhan Ibrahim, agamaku adalah agama Ibrahim.

Di saat bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang doyan membunuh bayi perempuannya, maka Zaid bin Amr merupakan seorang yang membiarkan bayi perempuannya tetap hidup. Dan apabila ada orang yang ingin membunuh bayi perempuannya, maka ia berkata kepadanya : janganlah engkau bunuh ia, berikan saja kepadaku, aku akan mengasuhnya. Dan apabila anak perempuan tersebut telah dewasa, maka ia berkata : kalau engkau mau, ambillah ia. Dan apabila engkau mau, biarkan dia.
Dikisahkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa sekelompok kaum Quraisy yaitu : Zaid bin Amr, Waraqah bin Naufal, Utsman bin Khuwairits dan Abdullah bin Jahsy menemui kaum Quraisy pada Berhala mereka, dan mereka sedang menyembelih sembelihan mereka untuk merayakan salah satu dari hari raya mereka. Setelah semuanya berkumpul, keempat orang tersebut menyendiri dan berkata : salinglah percaya dan hendaknya satu sama lain saling menyembunyikan rahasia. Salah seorang di antara mereka berkata : sungguh kalian benar – benar telah mengetahui, demi Allah tidaklah kaum kalian itu mendapatkan sesuatu apapun. Mereka telah menyalahi agama Ibrahim dan menyeleweng darinya. Tidak mungkin berhala itu disembah, padahal ia tidak bisa memberikan bahaya ataupun manfaat. Maka carilah agama yang paling benar menurut kalian!
Maka segeralah mereka keluar dari Mekkah, berpencar di penjuru bumi, mendalami agama Yahudi dan Nasrani serta seluruh agama lainnya untuk mencari agama Ibrahim yang lurus. Adapun Waraqah bin Naufal, ia masuk agama Nasrani dan mendalami agama Nasrani, meneliti kitab – kitab mereka, sehingga ia mendapatkan pengetahuan yang luas dari Ahlul Kitab. Dan tidaklah dari keempat orang tersebut yang paling baik keadaannya selain Zaid bin Amr. Ia meninggalkan penyembahan berhala dan seluruh agama baik itu Yahudi, Nasrani maupun agama – agama lainnya dan hanya beragama sesuai agama Ibrahim a.s.. Ia meng-esakan Allah SWT dan mencapakkan yang selain-Nya. Dan ia tidak memakan hewan – hewan sembelihan kaumnya. Dan ia menampakkan secara terang – terangan kepada kaumnya atas keengganannya untuk mengikuti apa yang mereka lakukan.
Khattab – Ayah Umar r.a. – sering menyiksa beliau sehingga beliau keluar dari Mekkah. Dan Khattab menugaskan beberapa pemuda Quraisy untuk menjaganya dan ia berkata : jangan biarkan ia masuk ke Mekkah. Zaid bin Amr tidak pernah masuk ke Mekkah kecuali dengan cara sembunyi – sembunyi. Dan apabila para pemuda tersebut mengetahuinya, maka mereka mengusirnya dan menyakitinya. Hal itu karena mereka takut ia akan merusak agama mereka atau orang lain akan mengikuti apa yang ia lakukan.
Dari Ibn Ishaq : Zaid bin Amr telah berketetapan untuk keluar dari Mekkah, mengembara untuk mencari Agama Ibrahim. Dan isteri beliau, Shafiyyah setiap kali melihat Zaid bangkit dan ingin keluar, maka ia akan menyeru kepada Khattab untuk memberitahunya. Maka keluarlah Zaid menuju Syam,mencari agama Ibrahim a.s. pada Agama Ahlul Kitab, dan begitulah ia seterusnya hingga ia mendatangi Mosul dan Jazirah Arab seluruhnya. Kemudian ia kembali ke Syam dan menetap di sana hingga datanglah seorang Rahib dari Negeri Balqa. Seluruh ilmu yang berkenaan deng kaum Nasrani terkumpul padanya – sebagaimana perkiraan mereka.Maka Zaid pun bertanya padanya tentang agama Ibrahim a.s., maka Rahib tersebut berkata padanya : “sesungguhnya engkau bertanya tentang agama yang engkau tidak akan mendapati seorangpun dapat membawamu kepadanya pada saat ini. Telah meninggal orang yang mengetahuinya, akan tetapi engkau dinaungi zaman munculnya seorang nabi, dan inilah zamannya”.
Ketika itu, Orang Yahudi dan Nasrani memperhatikan setiap gerak geriknya dan tidak meridhainya. Maka segeralah ia keluar meninggalkan Syam ketika ia mendengarkan apa yang dikatakan sang Rahib kepadanya dan kembali menuju Mekkah. Akan tetapi orang Yahudi dan Nasrani tersebut membuntutinya sehingga sebelum ia sampai ke Mekkah, orang – orang tersebut membunuhnya.
Diriwayatkan dari ‘Amir bin Rabi’ah berkata : aku mendengar Zaid bin Amr berkata: aku menunggu seorang nabi dari keturunan Ismail a.s., tepatnya dari Bani Muthalib. Dan aku merasa aku tidak akan dapat bertemu dengannya. Aku beriman dan mempercayainya dan aku bersaksi bahwa ia adalah seorang nabi, bila umurmu panjang dan engkau dapat berjumpa dengannya, maka sampaikan salamku kepadanya, dan aku akan memberitahumu tentang sifat – sifatnya, sehingga tidak meragukan bagimu. Aku (Amir bin Rabiah) pun berkata : silahkan. Zaid pun berkata : ia adalah orang yang tidak tinggi tidak pula pendek, rambutnya tidak lebat tidak pula tipis, warna merah tidak pernah terpisah dari matanya, tanda kenabian terletak antara kedua pundaknya, namanya adalah Ahmad, negeri ini (Mekkah) adalah tempat kelahirannya dan tempat ia diutus menjadi nabi, kemudian kaumnya mengusirnya dan menentang agama yang ia bawa, hingga ia berhijrah menuju Yatsrib (sekarang Madinah) dan berkembanglah agamanya. Maka berhati – hatilah engkau, jangan sampai engkau terpedaya hingga tak mengikuti ajarannya. Sesungguhnya aku telah mengelilingi seluruh negeri untuk mencari agama Ibrahim a.s., dan setiap orang yang aku tanyai dari kaum Yahudi, Nasrani dan Majusi berkata : Agama itu ada di belakangmu. Dan mereka mengemukakan sifat – sifatnya sebagaimana aku mengemukakan sifat – sifatnya kepadamu. Dan mereka juga berkata : tidak ada lagi nabi selainnya. ‘Amir bin Rabi’ah berkata : ketika aku masuk islam, aku memberitahu Rasulullah SAW tentang perkataan Zaid bin Amr dan menyampaikan salam darinya, maka Rasulullah SAW menjawab salam tersebut dan mendoakan semoga Allah memberi rahmat dan ampunan kepadanya. Dari Aisyah r.a. : Rasulullah SAW berkata : aku masuk surga, maka aku melihat dua tenda besar milik Zaid bin Amr.
Itulah kisah tentang Zaid bin Amr, ayah dari salah seorang sahabat Rasulullah, Sa’id bin Zaid bin Amr – termasuk sepuluh orang pertama yang masuk islam. Zaid bin Amr meninggal kurang lebih tiga tahun sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi nabi. Semoga Allah memberikan rahmat dan ampunannya kepada Zaid bin Amr.

(sumber : al-Bidayah wa an-Nihayah)

Gorontalo, 4 Maret 2012

1 comments:

Izinkanlah saya menulis / menebar sejumlah doa, semoga Allaah SWT mengabulkan. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘alamiin.

Lebih dan kurang saya mohon maaf. Semoga Allaah SWT selalu mencurahkan kasih sayang kepada KAUM MUSLIM sekaligus melindungi dari musibah – KHUSUSNYA PARA AHLUL BAIT : yang hidup maupun yang mati, di dunia maupun di akhirat. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.

Asyhaduu anlaa ilaaha illallaah wa asyhaduu anna muhammadarrasuulullaah

A’uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin,
Ihdinashirratal mustaqiim,
Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi ‘alaihim waladhaaliin

Aamiin

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, hamdan yuwaafi ni’amahu, wa yukafi mazidahu, ya rabbana lakal hamdu. Kama yanbaghi lii jalaali wajhika, wa ‘azhiimi sulthaanika.

Allaahumma shalli wa sallim wa baarik, ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ikhwaanihii minal anbiyaa-i wal mursaliin, wa azwaajihim wa aalihim wa dzurriyyaatihim wa ash-haabihim wa ummatihim ajma’iin.

ALLAAHUMMAFTAHLII HIKMATAKA WANSYUR ‘ALAYYA MIN KHAZAA INI RAHMATIKA YAA ARHAMAR-RAAHIMIIN.

Rabbana hablana min azwaajina, wa dzurriyyatina qurrata a’yuniw, waj’alna lil muttaqiina imaamaa.

Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa.

Ya Allaah, tetapkanlah kami selamanya menjadi Muslim.

Ya Allaah, percepatlah kebangkitan KAUM MUSLIM. Pulihkanlah kejayaan KAUM MUSLIM, Lindungilah KAUM MUSLIM dari kesesatan dan berilah KAUM MUSLIM tempat mulia di akhirat.

Allaahumma innaa nas’aluka salaamatan fiddiini waddun-yaa wal akhirati wa ’aafiyatan fil jasadi wa ziyaadatan fil ‘ilmi wabarakatan firrizqi wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal maut. Allahuma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti, wannajaata minannaari wal ‘afwa ‘indal hisaab.

Allaahumma inna nas aluka husnul khaatimah wa na’uudzubika min suu ul khaatimah.

Allaahuma inna nas’aluka ridhaka waljannata wana’uudzubika min shakhkhatika wannaar.

Allaahummadfa’ ‘annal balaa-a walwabaa-a walfahsyaa-a wasy-syadaa-ida walmihana maa zhahara minhaa wamaa bathana min baladinaa haadzaa khaash-shataw wamin buldaanil muslimuuna ‘aammah.

Allaahumma ashlih lanaa diinanal ladzii huwa ‘ishmatu amrina Wa ashlih lanaa dun-yaanal latii fii haa ma’asyunaa. Wa ashlih lanaa aakhiratanal latii ilaihaa ma’aadunaa. Waj’alil hayaata ziyadatan lanaa fii kulli khairin. Waj’alil mauta raahatan lanaa min kulli syarrin.

YA ALLAAH, IZINKANLAH SEGALA NAMA DAN GELAR SAYYIDINA WA NABIYYINA WA MAULAANAA MUHAMMAD SHALLALLAAHU’ALAIHI WA AALIHI WA SHAHBIHI WA UMMATIHI WA BARAKA WAS SALLAM MEWUJUDKAN BERKAH KE SEANTERO SEMESTA – KHUSUSNYA KAUM MUSLIM.

YA ALLAAH, CURAHKANLAH KASIH SAYANG-MU KE SEANTERO SEMESTA SEKALIGUS LINDUNGILAH DARI BENCANA – KHUSUSNYA KAUM MUSLIM.

—— doa khusus untuk PARA NABI, PARA KELUARGANYA, PARA SAHABATNYA, SEMUA YANG BERJASA PADA (PARA) NABI, PARA SALAF AL-SHAALIH, PARA SYUHADA, PARA WALI, PARA HABAIB, PARA IMAM, PARA ULAMA DAN SEMUA YANG BERJASA PADA ISLAM, SERTA SEMUA MUSLIM SALEH YANG (TELAH) WAFAT. Semoga Allaah selalu mencurahkan kasih sayang kepada mereka.

ALLAAHUMMAGHFIRLAHUM WARHAMHUM WA’AAFIHIM WA’FU ‘ANHUM
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHUM WA LAA TAFTINNAA BA’DAHUM WAGHFIRLANAA WALAHUM
———————

Rabbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaabannaar wa adkhilnal jannata ma’al abraar.

Rabbanaa taqabbal minna innaka antassamii’ul aliimu wa tub’alainaa innaka antattawwaaburrahiim. Washshalallaahu ‘alaa sayyidinaa wa nabiyyinaa wa maulaanaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka wassallam.

HASBUNALLAAH WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULA WANI’MAN NASHIIR.

Subhana rabbika rabbil ‘izzati, ‘amma yasifuuna wa salamun ‘alal anbiyaa-i wal mursaliin, walhamdulillahirabbil ‘aalamiin.

Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.


Ganie, Indra Ali – Bintaro Jaya, Tang-Sel, Banten, Indonesia

Post a Comment