Syeikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi

Bapak Kitab Kuning Indonesia.

Koruptor Masuk Surga

Bahkan Koruptor Pun Bisa Masuk Surga.

Indahnya Kebersamaan

Hargailah Waktu Bersama Orang-Orang Tersayang.

Penerimaan Santri Hubulo Tahun Pelajaran 2016/2017

Pendaftaran Santri Baru Pesantren Hubulo dibuka mulai tanggal 1 Maret hingga 22 Mei 2016.

Senandung Seribu Menara

Salah Satu Keindahan Mesir Sebagai Negeri Seribu Satu Menara Adalah Seruan Adzan Yang Sangat Merdu Serta Saling Bersahutan.

Thursday, December 31, 2015

Memaknai Pergantian Tahun

Kembang api bertebaran di udara, suara terompet saling bersahutan. Pria wanita, tua muda semua bersuka cita menyambut pergantian tahun. Ada konser musik, ada pesta rakyat, ada pula yang pesta miras. Semuanya bersuka ria dan berpesta pora.
Namun, inikah yang seharusnya kita lakukan dalam menyambut pergantian tahun?
Sejatinya pergantian tahun sama halnya dengan pergantian hari. Siang menjadi malam, malam menjadi siang, dan siang kembali menjadi malam. Begitulah adanya.
Namun manusia mudah tertipu daya. Media membesar-besarkannya. Para idola memberi contoh dengan perbuatan dan kata-kata. Dan kita dengan mudahnya mengikuti itu semua.
Sejatinya, semakin bertambah hari, semakin berkurang jatah umur kita. Semakin bertambah umur, semakin dekat kita dengan ajal kita. Dan pergantian tahun hanya pertanda bahwa kita semakin dekat dengan kiamat. Sudahkah kita mempersiapkan diri dengan bekal amal untuk itu semua?. Layakkah kita merayakannya dengan kembang api dan segala tetek bengeknya? Atau jangan-jangan kita termasuk satu di antara sekian banyak orang yang terpedaya dengan propaganda?.
Sungguh, waktu yang telah berlalu tak bisa kembali lagi. Kita hanya bisa mensyukurinya atau menyesalinya. Bersyukur karena telah menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Menyesali kelalaian diri dalam memanfaatkan waktu.
Alangkah baiknya bila kita meneladani Umar bin Khattab r.a., yang selalu menangis tersedu di setiap akhir malamnya karena takut bahwa dosanya hari ini lebih banyak dari amal ibadahnya. Takut karena tahu bahwa ini semua akan dimintai pertanggungjawabannya dari sang pencipta. Beliau senantiasa memberi wanti-wanti:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا، وَ زِنُوْا أَعْمَالَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنَ عَلَيْكُمْ
Hisablah dirimu sebelum engkau nanti dihisab (pada hari kiamat), dan timbanglah amalmu sebelum amalmu itu ditimbang atasmu.
Sungguh, amat merugi orang yang terpedaya oleh gegap gempita pergantian tahun, tertawa riang gembira melupakan segala dosa yang telah ia perbuat di sepanjang tahun. Sungguh, orang yang banyak tertawa di dunia, ia akan banyak menangis di dalam kuburnya, begitulah petuah sayyidina Ali.
Sungguh, amat beruntung orang yang senantiasa mawas diri. Selalu menghitung amal perbuatannya, apakah ia termasuk orang yang beruntung atau merugi. Sungguh, dengan demikian ia akan selalu memperbaiki diri dan bertaubat, memohon ampun atas segala dosa.
Mari kita maknai pergantian tahun dengan ber-muhasabah, seraya memohon ampun atas segala dosa kita, serta bertekad memperbaiki diri di hari yang akan datang.
وَ الْعَصْرِ ، إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَ عَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَ تَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Gorontalo, 31 Desember 2015

Sunday, December 20, 2015

(Bab Thaharah) Hal-hal yang najis



Hal-Hal yang Najis


Pengertian Najis secara bahasa
Secara bahasa najis (نجس) artinya adalah segala sesuatu yang kotor. 

pengertian najis secara istilah
menurut istilah syari’at, najis adalah kotoran yang mencegah sahnya sholat seseorang, seperti darah dan kencing.[i]


Berikut ini adalah sesuatu yang najis:
  1. Khamr dan segala cairan yang memabukkan.[ii] Termasuk di dalamnya adalah nabidz (perasan buah) yang memabukkan.[iii]
  2. anjing dan babi[iv] atau yang lahir dari keduanya.[v]
  3. bangkai, kecuali bangkai ikan, belalang, dan juga mayat manusia (menurut pendapat yang paling kuat).[vi] Kulit hewan yang sudah mati dapat disucikan dengan cara disamak, kecuali kulit anjing dan babi atau yang lahir dari keduanya. Tulang dan rambut hewan yang sudah mati juga termasuk sesuatu yang najis, kecuali tulang dan rambut manusia.[vii]
  4. Darah dan nanah, kecuali hati dan limpa.
  5. Kencing dan kotoran, baik manusia maupun hewan.
  6. Bagian tubuh hewan yang terpisah dari tubuhnya saat ia masih hidup. Kecuali rambut dan bulu hewan yang dagingnya dimakan.
  7. Susu hewan yang tidak dimakan dagingnya, seperti keledai. Karena susunya itu seperti dagingnya, sedangkan dagingnya najis.[viii]
Jenis-Jenis Najis
  • Najis ‘Ainiyah dan Hukmiyah. Najis ‘Ainiyah adalah segala najis yang bisa dilihat, atau ia memiliki sifat yang nampak seperti warna dan bau. Contohnya tahi, kencing, dan darah. Sedangkan najis hukmiyah adalah setiap najis yang mengering, atau hilang bekasnya dan tidak tersisa bekasnya baik itu warna atau pun baunya. Contohnya kencing yang mengenai pakaian kemudian ia mengering dan tidak ada bekasnya.
  • Najis Mughallazhah, yaitu najis anjing dan babi.
  • Najis Mukhaffafah, yaitu kencing anak kecil laki-laki yang belum mengkonsumsi apa-apa selain air susu ibu dan ia belum berumur 2 tahun.
  • Najis Muthawassithah, yaitu najis selain najis mughallazhah dan najis mukhaffafah.
Cara menghilangkan najis
  • Cara mensucikan/menghilangkan Najis Mughallazhah adalah dengan mencucinya 7 kali dan salah satunya menggunakan tanah. Baik najis itu najis ‘ainiyah atau pun hukmiyah  dan terkena di pakaian, badan atau pun tempat.
  • Cara mensucikan/menghilangkan  najis mukhaffafah adalah dengan memercikkan air ke kencing tersebut sehingga percikan itu menggenanginya.
  • Cara mensucikan/menghilangkan najis muthawassithah adalah dengan mengguyurkan air ke najis tersebut sehingga kotoran tersebut hilang dan hilang pula warna, bau, dan rasanya. Akan tetapi tidak mengapa tersisa warnanya apabila ia sulit dihilangkan seperti darah pada pakaian.
Hal-hal yang dimaafkan dari najis
  1. Percikan kencing yang sedikit yang tidak diketahui, jika ia mengenai pakaian atau badan.
  2. Darah atau nanah yang sedikit, darah kutu, dan najis lalat. Selama hal itu bukan karena perbuatan manusia dan kesengajaannya.
  3. Darah dan nanah pada luka, meskipun banyak. Dengan syarat bahwa darah dan nanah itu dari tubuhnya sendiri, luka tersebut bukan karena perbuatannya dan kesengajaannya, serta tidak melebihi batas kebiasaannya.
  4. Kotoran binatang melata yang mengenai biji-bijian ketika hewan tersebut melewatinya serta kotoran binatang ternak yang mengenai susu ketika diperah selama itu tidak banyak dan merubah susu.
  5. Kotoran ikan di air selama air tersebut tidak berubah, begitu juga dengan kotoran burung di tempat yang mereka sering bolak-balik ke tempat itu, contohnya di Masjidil Haram, Masjid Nabawi. Hal itu karena umumnya cobaan dan sulit untuk menghidar dari kotorannya.
  6. Darah yang mengenai pakaian tukang jagal, selama darah itu tidak banyak.
  7. Darah yang terdapat pada daging
  8. Mulut bayi yang terkena najis muntahannya ketika ia menyusu pada buah dada ibunya,
  9. Debu jalan yang mengenai orang,
  10. Bangkai hewan yang tidak memiliki darah dari dirinya sendiri ketika ia mengenai benda cair, seperti lalat, lebah dan semut. Dengan syarat bahwa ia mengenai/jatuh ke benda cair tersebut karena dirinya sendiri (bukan karena perbuatan manusia), serta benda cair yang terkena hewan tersebut tidak berubah warna, bau, dan rasanya.[ix]
Referensi:
1. Al-Fiqh Al-Manhaji 'ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi'i. Musthafa al-Buhga, dkk.
2. Al-Wajiz fi Fiqh Al-Imam Asy-Syafi'i. Abu Hamid Al-Ghazali
3. Matan Gayah wa Taqrib. Abu Syuja'




[i]al-Bugha, Musthafa, et.all. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam asy-Syafi’i. (Damaskus, Dar al-Qalam, 1992), hal. 38.
[ii]Ibid.
[iii]Abu Hamid al-Ghazali. Al-Wajiz fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i. (Beirut: Dar Al-Arqam, 1997), hal. 111.
[iv]Musthafa al-Bugha dan Musthafa al-Khin. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam asy-Syafi’i., hal. 38
[v]Abu Hamid al-Ghazali. Al-Wajiz fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i., hal. 111.
[vi]Ibid.
[vii]Abu Syuja’. Matan Ghayah wa Taqrib. (Mesir, Maktabah al-Jumhuriyah al-Arabiyah, t.th.), hal. 3.
[viii]Musthafa al-Bugha dan Musthafa al-Khin. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam asy-Syafi’i., hal. 39-40.
[ix]Ibid., hal. 43-44.

Thursday, December 17, 2015

Nalar Takfir dan Kaum Takfiri Baru

Lembaga Fatwa Negara Republik Arab Mesir (Dar al-Ifta’ al-Mashriyyah) menegaskan bahwa nalar takfir adalah cara berpikir lama yang akhir-akhir ini muncul kembali di tengah-tengah kita dengan wajah baru. Kini ia mencuat kembali ke permukaan seiring dengan munculnya gerakan-gerakan jihadi dan takfiri di beberapa wilayah negara Arab, seperti Syiria, Libya, dan Irak, terutama setelah peristiwa Revolusi Musim Semi Arab (Arab Spring/al-Rabi’ al-‘Arabi). Gerakan-gerakan tersebut terus menyebar ke beberapa kawasan di Timur Tengah, apalagi setelah kelompok-kelompok Islam politik memenangkan kontestasi kekuasaan di Mesir dan Tunisia. Situasi ini semakin memberikan ruang yang sangat kondusif bagi tumbuhnya generasi baru kelompok jihadi dan takfiri, khususnya di Mesir.
Hanya saja, gerakan-gerakan jihadi dan takfiri baru ini berbeda dengan para pendahulunya di tahun 80-an hingga 90-an. Gerakan jihadi dan takfiri pada periode 80-an hingga 90-an cenderung terpecah ke beberapa kelompok yang terbatas, para pemimpinnya dikenal secara luas, memiliki keserupaan dalam pemikiran, namun faksi takfirnya tidak sebesar gerakan-gerakan takfiri yang muncul belakangan ini.
Menurut hasil kajian Lembaga Fatwa Negara Mesir yang berjudul “Nalar Takfir: Dasar Pemikiran dan Metodenya”, fenomena kemunculan kembali nalar takfir ini disebabkan oleh semakin menguatnya dominasi pemikiran salafi yang kaku, anti-dialog, alergi pada kemajuan, diskriminatif terhadap perempuan, serta suka memilah-milah masyarakat menjadi masyarakat mukmin dan masyarakat kafir.
Hasil kajian Dar al-Ifta’ juga menjelaskan bahwa pemikiran kelompok al-Qaedah, pada awalnya, menyerukan untuk memerangi “musuh jauh”, yaitu kaum Yahudi dan kaum Salib terlebih dahulu sebelum memerangi “musuh dekat”, yaitu sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara kawasan Timur Tengah. Namun dalam perkembangannya, kelompok al-Qaeda membalik pemikiran ini, sehingga memerangi “musuh dekat”, yaitu sistem pemerintahan, harus didahulukan daripada memerangi “musuh jauh”. Perkembangan pemikiran terakhir inilah yang dianut oleh generasi kelompok jihadi baru di Mesir.
Tidak hanya itu, muatan nalar takfir dalam pemikiran generasi baru kelompok jihadi ini juga semakin besar, sehingga mereka menganggap negara dan sistem kenegaraan yang berlaku saat ini adalah sistem kafir. Demikian pula seluruh lembaga-lembaga negara dan pemerintahan juga kafir. Polisi dan tentara adalah abdi negara yang juga kafir dan wajib diperangi. Karena pandangan itulah, maka tidak heran jika kemudian sasaran serangan mereka adalah institusi-institusi keamanan dan fasilitas-fasilitas penting negara.
Oleh sebab itu, penting untuk melihat karakteristik nalar takfir generasi baru yang akhir-akhir ini semakin berkembang, khususnya di Mesir dan beberapa kawasan di sekitarnya, berikut dasar pemikiran dan metodenya, hingga akibat-akibat yang ditimbulkannya sebagaimana telah kita saksikan dalam kehidupan kita selama ini.
A. Negara Islam dalam Pandangan Kelompok Takfiri
Kelompok takfiri berpandangan bahwa pemiliham umum itu kafir. Demikian pula sistem demokrasi juga kafir, karena dalam pandangan mereka, demokrasi itu menyaingi syari’at Tuhan, menyetarakan kedudukan muslim dan kafir, menyamakan yang baik dan yang jahat, bahkan memberi mereka hak sama untuk memberikan suara dan mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Dalam pandangan mereka, cara pemilihan pemimpin menurut Islam adalah dengan syura yang dilakukan oleh lembaga ahl al-hall wa al-‘aqd yang terdiri dari para ulama dan pemimpin (umara’). Tidak boleh ada campur tangan orang-orang kafir dan jahat dalam proses pemilihan Islami ini.
Bagi mereka, dalam negara Islam, seluruh persoalan seharusnya ditangani oleh apa yang mereka sebut sebagai “ulama’”, yaitu para tokoh-tokoh agama. Negara hanya butuh tokoh dan ahli agama (ulama’), bukan yang lainnya. Sebab itu, sebagai konsekuensi pandangan ini, ulama sebagai pemangku politik Islam harus diberikan posisi sebagaimana seorang pendeta yang memiliki kuasa penuh untuk mengatur negara dan seluruh masyarakat. Mereka harus diberi kedudukan yang tidak ada tandingannya, dan merekalah yang menentukan seluruh kebijakan, peraturan dan semua hal yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan maupun keduniaan.
Dari sinilah tampak bahwa pemikiran kelompok takfiri itu memungkiri ijtihad dan pembaruan (tajdid). Mereka berpegang kecara ketat dan kaku pada tekstualitas dalil-dalil agama atau pendapat yang dianggap paling benar. Mereka juga menganggap syari’at Islam itu adalah teks-teks yang kaku, yang tidak dapat berinteraksi dan tidak mempertimbangkan faktor waktu, tempat, maksud dan tujuan dalam penerapannya.
Kelompok takfiri ini juga menggunakan alasan syari’at Islam untuk melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Mereka melarang perempuan keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat. Sayangnya, belajar dan bekerja bagi mereka bukanlah keadaan darurat yang membolehkan perempuan keluar rumah. Pandangan semacam ini jelas memusuhi perempuan. Melarang perempuan bekerja berarti merampas hak hidup layak mereka, dan melarang mereka belajar sama saja dengan membunuh secara keji masa depan mereka.
Dalam bidang seni-budaya, kelompok takfiri juga menganggap lagu, musik, olah raga dan berbagai cabang kesenian itu haram di negara Islam. Demikian pula sistem keuangan perbankan, saham dan lain-lain haram diberlakukan di negara Islam. Tidak hanya itu, alat-alat modern seperti kamera, mesin percetakan, gambar, dan lukisan itu haram, dan tidak boleh bekerja dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan barang-barang haram tersebut, termasuk di televisi dan bioskop.
Mereka juga melarang berdirinya perusahaan dan lembaga-lembaga bisnis yang dikelola berdasarkan hukum-hukum positif, karena hal itu dianggap bertentangan dengan hukum Tuhan. Sebagaimana mereka juga melarang seluruh transaski keuangan modern, apalagi yang mengandung bunga, terlebih jika melibatkan pihak atau negara kafir, karena itu dianggap secara jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
Mereka juga mendidik putera-puteri mereka melalui sebuah sistem pendidikan yang tidak akomodatif terhadap kemajuan dan hasil capaian-capaian dunia modern, apalagi yang berasal dari dunia Barat. Anak-anak mereka dididik untuk setia dan teguh memegang pola hidup dan pemikiran para pendahulu (salaf al-shalih) sebagaimana yang mereka pahami.
B. Cara Pandang Kelompok Jihadi dan Takfiri
1.Negara dan Masyarakat
Kelompok takfiri memandang masyarakat Muslim masa kini sebagai masyarakat yang dungu (jahilah), karena gaya dan pola hidup mereka bercirikan gaya dan pola hidup kafir, menerima hukum selain hukum TUhan, tunduk pada aturan-aturan buatan manusia dan meninggalkan syari’at Islam, serta meniru gaya kaum yahudi dan Nasrani dalam seluruh sendi kehidupan. Hal ini, menurut kelompok takfiri, disebabkan masyarakat Muslim tidak lagi berpegang teguh pada agama Islam, dan cenderung mengikuti segala hal yang berbau Barat yang kafir.
Untuk mengembalikan masyarakat Muslim ke dalam ajaran-ajaran Islam, menurut kelompok takfiri, adalah mulai dari meninggalkan seluruh sistem dan hukum positif buatan manusia lalu kembali kepada syari’at Islam, al-Qur’an, dan hadis, yang merupakan penuntun dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Muslim. Dalam rangka inilah kaum takfiri membolehkan pembangkangan terhadap pemerintah Muslim yang menerapkan hukum-hukum positif, karena hukum-hukum itu bertentangan dengan hukum-hukum Tuhan dan harus dihapuskan melalui perjuangan umat Islam.
Kaum takfiri tidak mengakui adanya perbatasan di antara negara-negara Islam. Bagi mereka, seluruh dunia Islam adalah satu negara di bawah bendera khilafah Islamiyyah. Khilafah Islamiyyah dipandang dapat mengembalikan kejayaan umat, membantu kaum Muslim meningkatkan derajat dan menyebarkan agama mereka ke seluruh dunia. Atas dasar pandangan inilah, kelompok takfiri membolehkan melanggar perbatasan atau menginjak teritori negara lain, dan bahkan menjadi kelompok separatis di suatu negara demi membangun negara Islam. Hal ini terjadi misalnya pada kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan yang saat ini menduduki kawasan Sinai di Mesir, juga kelompok Jundullah yang muncul di antara perbatasan kota Rafah dan Gaza di Palestina, di mana mereka berusaha menjadikan kota Rafah sebagai kota Islam sebagai cikal-bakal berdirinya khilafah Islam yang mereka cita-citakan. Dan untuk mewujudkan cita-cita itu, mereka tidak segan-segan memerangi kelompok Hamas yang selama ini memegang kendali pemerintahan di Gaza.
2. Konsekuensi Pengafiran Negara dan Masyarakat:
Nalar takfir memang menentang masyarakat dan negara modern. Maka tak heran jika kelompok takfiri menganggap konsep negara bangsa berdasarkan wilayah tertentu itu merupakan konspirasi untuk memusuhi Islam dan kaum Muslim serta membendung terbentuknya khilafah Islamiyyah. Karena itulah, mereka selalu berusaha meruntuhkan institusi-institusi negara dan menciptakan kekacauan dengan berbagai cara, mulai dari mengafirkan seorang presiden hingga memfatwakan pembangkangan atas presiden yang menerima sistem demokrasi dan tidak memberlakukan syari’at Islam.
Kelompok takfiri juga melarang masyarakat menjadi pegawai di semua insitusi negara karena semua institusi itu dianggap institusi jahiliyyah yang tidak hanya bertentangan dengan syari’at Islam, tapi juga harus dibubarkan dan diganti dengan institusi-institusi lain yang sesuai dengan syari’at Islam. Untuk itu mereka mengeluarkan banyak fatwa dan pernyataan yang mengharamkan bekerja di institusi-institusi negara dan pemerintahan, bahkan mengajak untuk membubarkan seluruh institusi resmi negara, meskipun harus dengan cara menggunakan kekerasan demi melenyapkan kemungkaran dan menegakkan negara yang dalam pandangan mereka selaras dengan syari’at Islam.
Sebagai konsekuensi lebih lanjut dari negara yang dianggap kafir, mereka juga membolehkan tidak membayar semua kewajiban warga negara yang dibebankan negara, karena menurut mereka, Islam melarang berurusan dengan sebuah negara kafir. Islam juga melarang patuh pada semua aturan, hukum positif, dan pengadilan kaum kafir, termasuk berpartisipasi dalam pemilihan umum dan segala bentuk partisipasi politik lainnya yang lazim berlaku di sebuah negara demokratis.
Mereka juga memfatwakan wajib menyerang para petugas keamanan, karena mereka penjaga kelompok orang yang menghambat tegaknya syari’at Islam. Bahkan mereka membolehkan membunuh rakyat sipil, termasuk wanita dan anak-anak dengan dalih dalam rangka melemahkan cengekeraman musuh yang kafir. Sebab itu, banyak terjadi kaum takfiri membunuh atau berusaha melenyapkan tokoh-tokoh penting, para pejabat negara, kaum intelektual dan wartawan. Mereka juga berusaha menghancurkan ekonomi dengan cara menyerang para wisatawan, menghancurkan kantor-kantor wisata, bank, terusan Suez, kilang-kilang minyak, dan sebagainya. Bahkan mereka tak segan menyerang para penganut Koptik sehingga menyebabkan krisis berkepanjangan, baik dalam bidang keamanan, politik, maupun sosial.
3. Masyarakat dan Organisasi Internasional
Kelompok takfiri memandang dunia ini sebagai ajang pertempuran yang tak terelakkan antara berbagai pemeluk agama dan kebudayaan. Mereka memandang Barat selalu melakukan konspirasi untuk menghancurkan Islam dan membuat umat Islam meniru gaya hidup Barat, sehingga umat Islam meninggalkan agamanya, dan tidak lagi memedulikan ajaran, nilai, dan tujuan yang ditunjukkan Islam.
Mereka membagi manusia di muka bumi ini hanya ke dalam dua kelompok berdasarkan keyakinannya: kelompok Muslim, dan kelompok kafir yang selalu terlibat dalam upaya menghancurkan Islam dan kaum Muslim. Kelompok kafir ini terdiri dari kaum Yahudi dan kaum Salib kafir yang bekerja sama dengan negara-negara murtad dari Islam serta selalu menghalangi penegakan syari’at Islam. Sebab itulah, kelompok takfiri selalu menyerukan jihad dengan senjata dan perang terbuka untuk melawan negara-negara yang menurut mereka kafir. Mereka juga menyerang negara-negara Arab dan Islam yang membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara kafir itu, mengizinkan kapal-kapal negara kafir melintasi perairan negara Islam, mengizinkan wisatawan dari negara kafir masuk untuk memata-matai , menyebarkan kemaksiatan dan melakukan kristenisasi di negara Islam melalui topeng wisata.
Tindakan-tindakan tersebut disandarkan oleh kelompok takfiri kepada pendapat beberapa ulama salaf yang memberikan segregasi dalam hal interaksi, hak, dan kewajiban antara kelompok dar al-Islam dan kelompok dar al-harb, menolak persamaan hak hukum, karena kelompok dar al-Islam memberlakukan syari’at Islam, sementara kelompok dar al-harb memberlakukan hukum-hukum kafir.
Bagi kelompok takfiri, memerangi kelompok kafir bukan pilihan taktis, melainkan target dan tujuan strategis, karena sejak awal hingga saat ini, Islam tetap mewajibkan hal itu dalam rangka mengislamkan dunia dan membebaskan negara-negara Islam dari perjanjian-perjanjian internasional yang tidak sesuai dengan syari’at Islam.
Kelompok takfiri juga mengharamkan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karena organisasi ini menggunakan sistem kapitalis-sekuler. Negara-negara yang bergabung ke dalam PBB berarti tunduk pada sistem itu, serta menerima semua perjanjian dan hukum-hukum internasionalnya, dan itu berarti juga tunduk pada sistem sekuler-kafir yang dianutnya. Karenanya, menurut kelompok takfiri, bergabung ke dalam PBB itu hukumnya haram.
Hubungan dengan negara-negara Barat, dalam pandangan kelompok takfiri, adalah hubungan perseteruan dan perlawanan kaum Muslim untuk membela agama dan menyebarkannya. Mereka menganggap, mungkin saja di pihak negara-negara Barat ada ilmuwan-ilmuan Muslim yang menggadaikan akidah dan agama mereka untuk mengabdi pada kepentingan Barat. Para ilmuwan itu, bagi kaum takfiri, adalah para pengkhianat agama dan umat yang harus diperangi dan dilenyapkan. Atas dasar pandangan inilah kaum takfiri menyerang beberapa negara Islam karena menganggap negara-negara itu merupakan kepanjangan tangan dari negara-negara Barat, dan pada saat yang sama mereka juga menyerang aset-aset penting negara Barat.
Jadi tujuan utama kelompok takfiri dengan nalar takfirnya yang ekstrim tersebut adalah mengislamkan kembali dunia dan membangun negara teokrasi di setiap negara yang berhasil dibebaskan dari sistem kafir. Hal itu dimulai dari membebaskan umat Islam dari apa yang mereka sebut sebagai “jahiliyyah baru”, dan membangun masyarakat Islam baru yang ideal. Masyarakat Islam yang ideal, dalam pandangan kelompok takfiri, adalah sebagaimana yang pernah dibangun oleh kelompok Taliban. Bagi mereka, Taliban telah mewujudkan keadilan, menegakkan syari’at Islam, serta membangkitkan kembali jihad melawan kaum kafir dan para sekutunya.
4. Konsekuensi Pengafiran Barat dan Dunia Luar
Bagi kelompok takfiri, karena Barat itu kafir dan memusuhi Islam, maka sudah selayaknya diperangi dan seluruh kepentingannya di dunia ini hancurkan. Tidak hanya itu, kelompok takfiri juga membolehkan bahkan mewajibkan membunuh para wisatawan asing demi membela Islam, karena bagi mereka, para wisatawan asing yang mengunjungi negara-negara Islam itu sebenarnya tujuannya hanya salah satu di antara tiga: melakukan kristenisasi, atau menyebar kemaksiatan, atau memata-matai umat Islam untuk kepentingan Yahudi dan Nasrani.
Begitu juga perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di negara-negara Islam tak ada bedanya dengan pangkalan-pangkalan militer Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris yang juga banyak terdapat di negara-negara Islam. Semua perusahaan dan pangkalan militer itu dianggap kelompok takfiri sebagai langkah awal invasi Yahudi dan Nasrani ke dunia Islam. Karenanya, mereka harus segera diusir dari wilayah negara-negara Islam.
Tak terkecuali kantor-kantor perwakilan negara Barat, terutama Amerika Serikat dan negara-negara kafir lainnya. Bagi kelompok takfiri, kantor-kantor perwakilan itu adalah sarang para musuh Allah dan Rasul-Nya. Sebab itu, sangat memalukan bila terdapat polisi atau tentara Muslim yang ikut menjaga sarang-sarang Negara-negara kafir musuh Islam itu. Seorang polisi atau tentara Muslim, menurut kelompok takfiri, wajib menjauhi dan menolak perintah siapapun untuk menjaga kantor perwakilan yang menjadi sarang kaum kafir tersebut.

Kisah Klasik Kehidupan

kisah klasik itu bermula dari sebuah keputusan untuk merantau,meninggalka­n segala kenangan demi menggapai cita.
dan dari sinilah kisah itu bermula, sebuah kejutan menyambut sang tamu dengan tertawa mengejek ketika kaki ini menapak untuk pertama kalinya di dunia pasir. kardus-kardus tanah menyambut kita, membuyarkan segala bayangan semu kita, mengantarkan kita kepada kenyataan hidup. ditambah dengan kesemrawutan kehidupan di negeri tujuan ini, semakin lengkaplah kejutan itu. Seluruh pepasir di negeri ini seolah bersuara lantang: inilah negerimu sekarang!!!!! negeri untuk meraih segala cita-citamu!!!!!
cita-cita apa??? yang mana??? apakah aku pernah mempunyai cita-cita seperti itu???
sederet pertanyaan, walaupun tak pernah terucapkan dengan kata,tapi terucap dengan prilaku.
dan secara perlahan, segala pengorbanan itu tersia-siakan hanya karena kita tlah melupakan cita-cita. pengorbankan segala materi itupun tlah terlupakan. pengorbanan dengan meninggalkan semua yang kita cintai pun seolah tak mampu tuk menyadarkan kita,bahwa kita telah menyimpang jauh dari tujuan awal kita...
dan...akhirnya kemalasan telah menjadi sahabat sejati kita.
entah berapa kali kita mengkonsumsi ilmu, yang pasti takkan lebih banyak dari konsumsi kita terhadap pepsi. bahkan kita enggan tuk menyapanya.menyentuh­nya layaknya sebuah bola yang selalu kita samakan layaknya makanan yang kita konsumsi dan kita nikmati. tak pernah!!!!!!
dan akhirnya, penyesalanlah yang menemani kehidupan kita selanjutnya. ketika pengumuman berdiri angkuh memamerkan hasil usaha kita.... dan kita???
kita terpilah-pilah dan dipilih-pilih sesuai dengan kristalisasi keringat kita dan ketaatan kita kepada-Nya.sudah tentu, orang yang telah berusaha sebaik mungkin takkan mungkin gagal,kalaupun ada, itu semua murni untuk menguji hamba-Nya sejauh mana dia bisa bersabar. sedangkan kita yang hanya bermalas-malasan, itu semua merupakan hasil dari buah tangan kita sendiri,tak ada yang berhak untuk kita salahkan selain diri kita sendiri.kalaupun ada yang mendapatkan hasil yang lebih dari apa yang ia usahakan,sesungguhny­a itu semua merupakan anugerah tuhan kepadanya,untuk mengetahui sejauh mana ia mensyukurinya dan bagaimana ia menyikapinya.apakah dengan perbuatan yang sama dengan sebelumnya atau dia telah berubah. itu semua untuk menjadi ibrah bagi orang lain.
orang yang mendapat kabar memuaskan itu, sudah tentu ia senang dan bersyukur kepada tuhannya. akan tetapi bagaimana dengan yang sebaliknya???
penyesalan memenuhi hatinya, air matapun membasahi sudut matanya, walau ada juga yang tidak menangis, tapi sesungguhnya hati itu ikut menangis
bagaimana mungkin tidak menyesal???
bagaimana mungkin tidak menangis???!!
membayangkan segala apa yang akan kita hadapi selanjutnya, pertanyaan orang tua kita yang seolah-olah bagaikan pisau yang mengiris dan menguliti kulit kita. perih dan sakit. betapa tidak?! karena kita secara sengaja tlah mengkhianati kepercayaan orangtua kita kepada kita.
membayangkan waktu kita yang harus menunggu 1 tahun lagi untuk bisa merasakan tingkat yang lebih tinggi,ilmu yang lebih tinggi, biaya hidup yang semakin membengkak yang berimplikasi pada pembebanan kepada orangtua, tertundanya beasiswa, tertundanya niat kita tuk bertemu lebih cepat dengan orang-orang yang kita kasihi.
akan tetapi... apa manfaat penyesalan dan tangisan itu???
tidak ada!!!!!
tangisan kita takkan merubah nilai yang sudah pasti itu. air mata kita takkan bisa menggantikan tinta merah menjadi hitam. penyesalan kita takkan bisa merubah segalanya!!!!
oleh karena itu, tangis bukanlah solusinya.solusi itu adalah dengan berubah !!!
merubah segala kemalasan kita,keteledoran kita dan kekurangan kita. biarlah kesalahan kita yang dulu menjadi sebuah kisah klasik dalam kehidupan kita.sekarang songsonglah masa depan !!!!!
seekor kerbau yang pernah terperosok pada satu lubang ia takkan mengulanginya masuk ke lubang yang sama ntuk kedua kali. maka kita yang alllah tlah bekali akal harusnya lebih baik dari seekor kerbau. jangan lagi terperosok ke lubang"kemalasan"­.
akhirnya,....
selamat berimtihan ria, semoga kita termasuk minan najihin. 
Kairo, 23 April 2007
*tulisan ini adalah repost dari blog saya sebelumnya.