Thursday, December 31, 2015

Memaknai Pergantian Tahun

Kembang api bertebaran di udara, suara terompet saling bersahutan. Pria wanita, tua muda semua bersuka cita menyambut pergantian tahun. Ada konser musik, ada pesta rakyat, ada pula yang pesta miras. Semuanya bersuka ria dan berpesta pora.
Namun, inikah yang seharusnya kita lakukan dalam menyambut pergantian tahun?
Sejatinya pergantian tahun sama halnya dengan pergantian hari. Siang menjadi malam, malam menjadi siang, dan siang kembali menjadi malam. Begitulah adanya.
Namun manusia mudah tertipu daya. Media membesar-besarkannya. Para idola memberi contoh dengan perbuatan dan kata-kata. Dan kita dengan mudahnya mengikuti itu semua.
Sejatinya, semakin bertambah hari, semakin berkurang jatah umur kita. Semakin bertambah umur, semakin dekat kita dengan ajal kita. Dan pergantian tahun hanya pertanda bahwa kita semakin dekat dengan kiamat. Sudahkah kita mempersiapkan diri dengan bekal amal untuk itu semua?. Layakkah kita merayakannya dengan kembang api dan segala tetek bengeknya? Atau jangan-jangan kita termasuk satu di antara sekian banyak orang yang terpedaya dengan propaganda?.
Sungguh, waktu yang telah berlalu tak bisa kembali lagi. Kita hanya bisa mensyukurinya atau menyesalinya. Bersyukur karena telah menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Menyesali kelalaian diri dalam memanfaatkan waktu.
Alangkah baiknya bila kita meneladani Umar bin Khattab r.a., yang selalu menangis tersedu di setiap akhir malamnya karena takut bahwa dosanya hari ini lebih banyak dari amal ibadahnya. Takut karena tahu bahwa ini semua akan dimintai pertanggungjawabannya dari sang pencipta. Beliau senantiasa memberi wanti-wanti:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا، وَ زِنُوْا أَعْمَالَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنَ عَلَيْكُمْ
Hisablah dirimu sebelum engkau nanti dihisab (pada hari kiamat), dan timbanglah amalmu sebelum amalmu itu ditimbang atasmu.
Sungguh, amat merugi orang yang terpedaya oleh gegap gempita pergantian tahun, tertawa riang gembira melupakan segala dosa yang telah ia perbuat di sepanjang tahun. Sungguh, orang yang banyak tertawa di dunia, ia akan banyak menangis di dalam kuburnya, begitulah petuah sayyidina Ali.
Sungguh, amat beruntung orang yang senantiasa mawas diri. Selalu menghitung amal perbuatannya, apakah ia termasuk orang yang beruntung atau merugi. Sungguh, dengan demikian ia akan selalu memperbaiki diri dan bertaubat, memohon ampun atas segala dosa.
Mari kita maknai pergantian tahun dengan ber-muhasabah, seraya memohon ampun atas segala dosa kita, serta bertekad memperbaiki diri di hari yang akan datang.
وَ الْعَصْرِ ، إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَ عَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَ تَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَ تَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Gorontalo, 31 Desember 2015

0 comments:

Post a Comment