Saya memiliki 2 orang kakak perempuan, Isro’anah dan Dewi Azzah. Selama
ini kami selalu akur dan jarang berselisih paham. Namun bisa dibilang bahwa
kami sangat jarang berkumpul bersama-sama dalam waktu yang lama. Tuhan menuntun
kami menuju takdir kami masing-masing .
Ketika saya masih kecil, kakak pertama saya dikirim oleh ayah ke pulau
Jawa, tempat nenek moyang kami, untuk menuntut ilmu dan menimba pengalaman
hidup. Selama empat tahun, ia hidup di Blitar dan bersekolah di MAN Tlogo. Sementara
saya dan kakak kedua tinggal bersama ayah dan ibu di kampung. Ada rasa kehilangan,
namun untuk meraih cita-cita harus ada pengorbanan yang diberikan.
Belum jua kakak pertamaku kembali ke kampung, kakak kedua juga harus melanjutkan
studi di luar daerah. Maklumlah, saat itu di kampung saya belum ada sekolah
setingkat SMA/SLTA. Sehingga bila ingin melanjutkan studi, maka harus pergi merantau
ke kota. Kakakku masih bersekolah di sekitar Provinsi Gorontalo. Tidak jauh
memang, tetapi tetap saja kakakku harus meninggalkan kampung karena tidak
memungkinkan untuk pulang balik dari kota ke kampung. Ia bersekolah di SMEA
Limboto, saat ini bernama SMKN I Limboto. Ia tinggal dan menumpang di rumah
orang yang bersedia memberikan tempat tinggal buat kakakku. Jadilah saya
sendirian di rumah tanpa kedua kakak saya. Dan itu berlangsung selama beberapa
tahun.
Setelah beberapa tahun, kakak pertama saya kembali. Ada rasa canggung
bagi bertemu kembali dengan kakak yang telah lama merantau ke pulau Jawa. Perlu
diingat, bahwa saat itu belum ada facebook, twitter, atau sosial media lainnya.
alat komunikasi lainnya seperti telepon pun sangat sulit untuk dijangkau,
sehingga komunikasi dilakukan dengan menggunakan pos surat, dan itu memakan
waktu yang lama untuk sampai di tangan kita. Tak lama setelah kakak pertama
berada di rumah, kakak kedua saya ternyata juga ditakdirkan untuk meninggalkan
pulau sulawesi dan menuju pulau jawa. Dan kali ini tidak diketahui sampai kapan
ia di Jawa.
Ceritanya begini, pemilik rumah tempat kakak kedua saya menumpang sangat
menyayangi kakak saya, dan mereka sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Kebetulan
mereka tidak memiliki anak perempuan sehingga menjadikan kakak saya layaknya
anaknya sendiri. Karena tugas dinas, kedua orang tua tersebut dimutasi ke pulau
jawa, tepatnya ke tempat asal mereka di pulau jawa. Mereka ingin mengajak kakak
saya turut serta ke pulau jawa. Setelah beberapa lama musyawarah dengan ayah,
maka kakak pun diizinkan untuk pergi ke jawa timur, merantau dan mencari
pengalaman hidup. Hingga saat ini, kakak saya masih di Surabaya. Bisa dikatakan
bahwa ia telah menetap di sana, membangun keluarga dan mendapatkan pekerjaan
yang mapan. Dalam beberapa tahun sekali ia menyempatkan mudik ke Gorontalo dan
bertemu dengan kami.
Setelah beberapa tahun kemudian, giliran saya yang harus meninggalkan
kampung halaman dan masuk ke pesantren selama 6 tahun. Hanya pada liburan
panjang saja saya bisa kembali ke rumah dan bertemu dengan orang tua dan kakak
saya. Ternyata perantauan saya belum cukup di situ, setelah 6 tahun di
pesantren saya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Mesir selama
4 tahun. Praktis selama itu pula saya tidak kembali ke tanah air dan berjumpa
dengan keluarga. Setelah kembali ke tanah air, saya juga tidak bisa
berlama-lama bersama dengan keluarga karena saya harus mengajar di pesantren. Melihat jalan hidup kami, maka sangat jarang
kami dapat berkumpul bersama-sama.
Namun momen itu akhirnya datang
juga, meskipun dengan waktu beberapa hari saja. Setelah beberapa tahun,
akhirnya kami dapat berkumpul dalam sebuah
keluarga besar. Kakak-kakak saya dengan pasangan dan anak-anak mereka,
beserta saya dan isteri saya. Tentunya ayah dan ibu juga ada. Kebetulan momen
itu terjadi pada hari pernikahan saya. Saya merasakan indahnya kebersamaan yang
sulit kami dapatkan. Cerita-cerita indah tentang masa lalu mengalir dan menggali
memori terdalam kami. Dan entah kapan lagi kami dapat berkumpul seperti ini.
Sangat beruntung orang yang dapat berkumpul dengan orang-orang yang ia
cintai dan menghargai kebersamaan itu. Namun sayangnya, masih banyak orang yang
dianugerahi kebersamaan dengan orang-orang yang ia sayangi namun tidak
menyadari dan menghargai anugerah itu. Kebersamaan itu seakan tak bermakna, dan
penyesalan akan datang ketika orang-orang yang kita sayangi pergi meninggalkan
kita.
Saya bersyukur meskipun kami jarang bersama, namun kami selalu menghargai
waktu kebersamaan kami, dan saya berharap semoga ini akan selalu menjadi
pedoman hidup kami.
Gorontalo, 13
Mei 2015
Tulisan ini
untukmu Mbak Dewi....
Selamat Ulang
Tahun Mbak....
0 comments:
Post a Comment